Lalu Malaikat TUHAN menjumpainya dekat suatu mata air di padang gurun, yakni dekat mata air di jalan ke Syur. Katanya: "Hagar, hamba Sarai, dari manakah datangmu dan ke manakah pergimu?" Jawabnya: "Aku lari meninggalkan Sarai, nyonyaku." Lalu kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: "Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di bawah kekuasaannya." Lagi kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: "Aku akan membuat sangat banyak keturunanmu, sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya." Selanjutnya kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: "Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab TUHAN telah mendengar tentang penindasan atasmu itu. Seorang laki-laki yang lakunya seperti keledai liar, demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan menentang semua saudaranya." Kemudian Hagar menamakan TUHAN yang telah berfirman kepadanya itu dengan sebutan: "Engkaulah El-Roi." Sebab katanya: "Bukankah di sini kulihat Dia yang telah melihat aku?" - Kejadian 16:7-13
Dalam masa sulit, di lembah yang penuh kekelaman. Sudah pasti kita sebagai manusia akan berdoa dan meminta Tuhan untuk mengubah keadaan kita.
Pastinya, kita juga akan bertanya. Apakah Tuhan benar ada? Apakah Ia melihatku yang sedang bersusah hati? Apakah janjiNya betul setia dan amin?
Mari belajar dari Kisah Hagar. Seorang budak kepunyaan Sarai—istri dari Abraham. Hagar diberikan Sarah untuk Abraham, supaya mereka mempunyai keturunan.
Kejadian 16:7- 13 menjelaskan bahwa Malaikat Tuhan menjumpai Hagar dekat suatu mata air di padang gurun, yakin dekat mata air di jalan ke Syur. Tuhan bertanya kepada Hagar. “Hagar, hamba Sarai, dari manakah datangmu dan ke manakah pergi mu?” lalu Hagar menjawab “Aku lari meninggalkan Sarai, nyonyaku.”
Dalam konteks budaya zaman itu: dalam tradisi masyarakat kuno Timur Dekat, seorang istri yang tidak memiliki anak bisa memberikan budaknya kepada suaminya agar melalui budak itu ia memperoleh keturunan. Pada poin ini, Sarai memberikan Hagar kepada Abraham agar Hagar mengandung dan melahirkan anak untuk melanjutkan garis keturunan Abraham.
Dan ketika Hagar—yang kini mengandung—memandang rendah Sarai, terjadilah konflik, lalu Hagar melarikan diri.
Alih-alih langsung mengubah keadaan Hagar dengan mengangkatnya ke posisi yang aman, Tuhan justru memerintahkan Hagar untuk “Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di bawah kekuasaannya”. (Kejadian 16:9)
Tidak mudah bagi Hagar untuk kembali kepada Sarai yang menindasnya, apalagi ketika ia tengah mengandung. Pasti sulit—walaupun mungkin itu adalah konsekuensi dari perbuatannya yang memandang rendah majikannya. Masalah yang Hagar terima semata-mata karena perbuatannya sendiri.
Seringkali kita merasa Tuhan tidak adil dan tidak menolong kita, padahal masalah yang datang dalam hidup kita adalah sebab dari perbuatan kita. Bukan ujian dari Allah.
Namun di sinilah kita belajar: Tuhan adalah Allah yang disiplin. Masalah apapun yang menerpa hidup kita—Tuhan mengundang kita untuk “kembali” dan menghadapinya, bukan lari. Meskipun Tuhan meminta Hagar kembali dan “ditindas” (atau tunduk) kepada Sarah, ini bukan karena Tuhan menyetujui penindasan, tetapi karena konteks struktur sosial yang terjadi.
Lalu, apakah Allah diam saja melihat hal tersebut? Tidak. Allah tidak tinggal diam. Allah mendatangi Hagar ditengah pelariannya di padang gurun, sebelumnya bahkan Ia bertanya dari
mana dan kemana Hagar akan menuju? T masuk dalam situasi tersebut untuk menyatakan bahwa Dia melihat dan mendengar. Bahkan membimbing Hagar untuk tahu apa yang harus dilakukannya.
Tuhan—melalui malaikatNya, juga berkata “Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab Tuhan telah mendengar tentang penindasan atasmu itu.—“ (Kejadian 16:11)
Tuhan tahu Hagar dalam keputusasaan di tengah padang gurun. Ia melihat Hagar.
Ditengah penderitaan Hagar. Tuhan tahu, hadir dan bahkan memberikan penghiburan kepada Hagar, sebab itulah Hagar menamai Tuhan sebagai El-Roi - yang artinya “Allah yang melihatku”
Pernahkah kita merenungkan kebaikan Tuhan? Tidak pernah sekalipun kita kekurangan. Kita boleh hidup hari ini pun karena kesetian-Nya. Namun, sebagai manusia yang berdosa kita selalu punya keraguan akan janji Allah. Iman kita terlalu mudah memandang Tuhan dengan sesuatu yang transaksional.
Kita mudah mengatakan Tuhan melihat aku jika masalahku selesai, Tuhan melihat aku jika sakitku disembuhkan. Tuhan melihat aku jika aku yang miskin menjadi kaya. Itulah sebabnya kita menjadi mudah kecewa kepada Tuhan.
Kebaikan yang Allah kerjakan tidak akan selalu mendatangkan kenyamanan, tetapi selalu membawa kematangan spiritual. Kita sering kali seperti Hagar, tapi mata-Nya tidak pernah lepas daripada kita.
Jangan menyerah, walau kita merasa tidak layak. Mari renungkan terus, kebaikan dan kesetian- Nya kepada kita. Karena Tuhan tidak pernah menyerah atas aku dan kau. Kita tidak pernah asing dimana Tuhan. Allah tidak pernah jauh dari kita karena dia selalu melihat kita, mengejar kita dan anugerahNya selalu memeluk kita.
Tuhan Yesus memberkati!
Kontributor: Angelina Naibaho
Artikel ini ditulis oleh kontributor Jawaban.com dan untuk seluruh isi artikel ini adalah tanggung jawab dari kontributor.